Di tengah pesatnya perkembangan teknologi finansial (fintech) dan layanan keuangan digital, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah tegas untuk memperkuat perlindungan bagi konsumen. OJK baru-baru ini mengumumkan serangkaian aturan baru yang di rancang khusus untuk menghadapi tantangan unik di era digital. Kebijakan ini hadir sebagai respons atas meningkatnya jumlah pengguna layanan keuangan digital, yang juga di iringi oleh potensi risiko seperti penipuan, penyalahgunaan data pribadi, dan praktik bisnis yang tidak adil. Dengan adanya aturan ini, OJK bertujuan menciptakan ekosistem keuangan digital yang lebih aman, transparan, dan dapat di andalkan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Langkah proaktif OJK ini tidak hanya berfokus pada penanganan keluhan, tetapi juga pada aspek pencegahan dan edukasi. Peraturan baru ini menekankan pentingnya transparansi informasi dari para Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK). Konsumen kini memiliki hak untuk mendapatkan penjelasan produk yang jelas, ringkas, dan mudah di pahami sebelum mengambil keputusan finansial. Selain itu, aturan ini memperkuat kerangka kerja pengawasan terhadap PUJK, memastikan mereka memiliki sistem yang andal untuk melindungi data nasabah dan menangani sengketa secara efektif. Inisiatif ini menandai sebuah era baru di mana hak-hak konsumen digital menjadi prioritas utama, mendorong kepercayaan publik terhadap inovasi di sektor jasa keuangan.
Penguatan Keamanan Data Pribadi Konsumen
Salah satu pilar utama dari peraturan baru OJK adalah penekanan pada keamanan data pribadi. Dalam aturan ini, PUJK di wajibkan untuk menerapkan standar keamanan siber yang lebih ketat untuk melindungi informasi sensitif milik nasabah. Ini mencakup enkripsi data, sistem otentikasi multi-faktor, dan audit keamanan secara berkala untuk mencegah kebocoran atau akses ilegal. OJK menegaskan bahwa setiap penggunaan data konsumen harus mendapatkan persetujuan eksplisit (explicit consent) dari pemilik data, dan tujuan penggunaannya harus disampaikan secara transparan. PUJK tidak lagi diizinkan menggunakan data nasabah untuk tujuan lain di luar layanan yang disetujui.
Jika terjadi insiden kebocoran data, PUJK kini memiliki kewajiban untuk segera memberitahukan hal tersebut kepada OJK dan konsumen yang terdampak. Pemberitahuan ini harus disertai dengan penjelasan mengenai langkah-langkah mitigasi yang sedang dan akan di lakukan untuk meminimalisir kerugian. Aturan ini juga memberikan sanksi tegas bagi PUJK yang terbukti lalai dalam menjaga keamanan data nasabah. Dengan demikian, konsumen mendapatkan kepastian hukum yang lebih kuat bahwa data pribadi mereka dikelola secara bertanggung jawab dan dilindungi dari penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang.
Transparansi Produk dan Biaya Layanan
Kebijakan baru OJK juga secara spesifik mengatur kewajiban PUJK untuk memberikan informasi produk yang transparan dan mudah dimengerti. Era syarat dan ketentuan yang panjang dan sulit dipahami akan segera berakhir. PUJK diwajibkan menyajikan ringkasan informasi produk atau layanan dalam format yang sederhana, menyoroti manfaat utama, risiko, biaya, dan kewajiban konsumen. Ini termasuk rincian lengkap mengenai suku bunga, biaya administrasi, denda keterlambatan, dan biaya tersembunyi lainnya yang mungkin timbul selama masa penggunaan layanan. Tujuannya adalah agar konsumen dapat membuat keputusan finansial yang cerdas berdasarkan pemahaman yang utuh.
Selain itu, OJK melarang keras praktik pemasaran yang menyesatkan atau tidak akurat (misleading advertising). Setiap materi promosi harus mencerminkan kondisi produk yang sebenarnya tanpa melebih-lebihkan manfaat atau menyembunyikan potensi risiko. PUJK juga di larang mengubah syarat dan ketentuan secara sepihak tanpa pemberitahuan yang jelas dan persetujuan dari konsumen. Aturan ini memastikan bahwa konsumen tidak terjebak dalam produk keuangan yang tidak mereka pahami sepenuhnya, sekaligus mendorong persaingan yang sehat di antara para pelaku usaha berdasarkan kualitas dan transparansi layanan.
Mekanisme Penanganan Pengaduan yang Lebih Cepat dan Efektif
Menyadari pentingnya penyelesaian sengketa yang cepat, OJK merombak mekanisme penanganan pengaduan konsumen. Peraturan baru ini mewajibkan setiap PUJK untuk memiliki unit atau fungsi khusus yang bertugas menangani keluhan nasabah secara profesional dan terstruktur. Prosesnya harus jelas, mudah di akses, dan memiliki jangka waktu penyelesaian yang terukur. PUJK harus memberikan respons awal atas pengaduan. Dalam waktu singkat dan menyelesaikannya sesuai dengan batas waktu yang di tetapkan oleh OJK, yaitu maksimal 20 hari kerja.
Jika konsumen tidak puas dengan hasil penyelesaian dari PUJK, mereka dapat melanjutkan pengaduan ke Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK) yang di fasilitasi oleh OJK. Proses di LAPS SJK ini di rancang agar lebih sederhana, cepat, dan terjangkau di bandingkan jalur pengadilan. Dengan adanya alur penyelesaian sengketa yang berjenjang dan terawasi ini, konsumen memiliki jalan yang jelas untuk memperjuangkan hak-haknya. Hal ini memberikan rasa aman karena ada lembaga netral yang siap membantu jika terjadi perselisihan dengan penyedia jasa keuangan.
Larangan Praktik Penagihan yang Merugikan Konsumen
Aspek krusial lainnya yang di atur secara tegas adalah etika dalam proses penagihan. OJK melarang keras segala bentuk praktik penagihan yang menggunakan ancaman, intimidasi. Kekerasan fisik maupun verbal, atau tindakan lain yang mempermalukan konsumen. Aturan ini berlaku baik untuk penagihan yang di lakukan langsung oleh PUJK maupun oleh pihak ketiga (debt collector) yang bekerja sama dengan mereka. PUJK bertanggung jawab penuh atas perilaku para penagih yang mereka tunjuk dan wajib. Memastikan mereka telah tersertifikasi serta mematuhi kode etik yang berlaku.
Proses penagihan hanya boleh di lakukan pada waktu-waktu yang wajar, yaitu antara pukul 08.00 hingga 20.00 waktu setempat. Dan di larang di lakukan pada hari libur nasional, kecuali atas persetujuan konsumen. Selain itu, penagih di larang menghubungi pihak lain selain konsumen, seperti keluarga, rekan kerja, atau atasan, untuk tujuan menagih utang. Penegasan aturan ini bertujuan untuk melindungi martabat dan ketenangan konsumen. Memastikan bahwa proses penagihan di lakukan secara manusiawi dan profesional tanpa menimbulkan tekanan psikologis atau sosial yang tidak semestinya.